BERJALAN MENEMUI KEMATIAN (1)


Jika kelak mereka bertanya, 

"Mengapa kau pergi?."

Maka jawabannya,

"Aku hanya menginginkan sebuah kehidupan."

itu saja.

Kehidupan yang mana bagiku berarti keselarasan antara pikiran dan perasaan.

Jika sedih, aku harus menangis.
Jika senang, aku harus tertawa.

Tetapi hari ini segala hari-hari tidak memiliki warna sedang kebahagian berarti merah muda. Aku hanya mengenal hitam atau tepatnya abu-abu karena aku tahu putih itu ada, ia adalah nyawa itu sendiri.

Beberapa orang berkata bahwasanya jika hidup hanyalah perkara makan minum dan kebutuhan biologis, maka kita sama saja dengan jenis lainnya-tumbuhan atau binatang sekalipun.

Tetapi hari ini (lagi-lagi), siapa peduli jika itu adalah sama, jika itu adalah beda.

Apa yang terpenting?

Apa itu adalah tentang sebuah keunggulan sebagai manusia di atas jenis manapun di dunia ini?

Bagaimana kau membaca kehidupan ini?

Bukankah rodanya berputar dan remnya mati kadang-kadang?

Aku mulai pelik di sini; seperti pertanyaanku adalah aku sendiri yang harus menjawabnya.

Mari kembali pada kehidupan.

Mengapa aku tetap memilih pergi bahkan meski tahu bahwa roda berputar dan rem mati kadang-kadang?

Tentu saja aku harus mencari di mana tempat yang dapat memperbaiki rem mati.

Kehidupan lagi-lagi adalah sesuatu yang membingungkan.

Jika demikian, mengapa tidak kutunggu saja rodanya berputar ke arah lain yang mungkin saja dengan itu remnya akan hidup?

Aku berhenti.

Ada yang salah di sini. 

Mungkinkah pikiranku atau perasaanku sebenarnya telah terpisah dari pangkalnya sehingga kebingungan ini menari-nari di hadapanku?

Segalanya basi; kehidupan yang berputar, kepergianku memperbaiki rem, segalanya. 

Sampai di suatu hari aku menemukan diriku berdiri di tepi jurang serupa neraka, bayanganku melambaikan tangan dari dasarnya.

Aku bangun.

Kukatakan pada kehidupan,

"Aku tidak ingin pergi karena rem mati dan roda yang berputar tidak akan membuatku jenuh dan pusing setengah mati seperti dulu-dulu lagi."

"Aku telah menemukan sesuatu tentang kehidupan. Ia adalah jalan yang kutapaki tidak peduli berapa lamanya, ia akan sampai pada ujung yang memberhentikan langkahku tersebut, suatu hari nanti."

"Aku hanya perlu berjalan tanpa banyak berpikir yang akan membuatku merasa cemas dan khawatir tentang banyak hal di depan sana."

"Aku hanya perlu berjalan bersama kehidupan itu sendiri, menemui ujung jalan bernama kematian."

Kematian-ia masih menungguku di ujung jalan.

Rumah Ibu, Desember 2022

Komentar

Postingan Populer