KEMATIAN YANG SETIA (3)
Kerap kali di dalam mimpi aku dihantui segala hal di masa lalu. Entah itu berupa teman, seseorang yang kusukai, nenek yang telah meninggal, bahkan sebuah tempat yang sekarang sudah tinggal puing-puing.
Jika hidup adalah sebuah perjalanan menuju tujuan yang lebih baik dan terang, maka seharusnya aku berbalik arah karena hidupku yang dulu memiliki kriteria untuk ke sana, bukan seperti hidupku yang sekarang.
Benarkah hidup ini hanya tentang makna saja?
Apa aku tidak boleh menyandang gelar pesimis kuat-kuat agar tak lepas karena ia adalah entitas hidup yang menghidupi di saat aku membuka mata?
Aku kembali menemukan pergulatan panjang di dalam pikiranku hingga membuatku tak bisa tidur semalaman.
Apa masa lalu lebih baik?
Jujur saja perbuatan membandingkan masa lalu dan masa kini untuk mendapat predikat baik antara keduanya adalah sebuah keanehan yang diciptakan oleh pikiranku sendiri.
Tidak ada baik dan buruk di sini. Karena jika ia baik tentu aku akan terus di sana dan tidak meninggalkannya. Nyatanya, ia kutinggalkan.
Apa itu artinya ada yang salah dengan proses berpikirku?
Apa yang menyebabkan proses berpikir seseorang bisa salah?
Apa pengaruh internal dan eksternal adalah jawabannya tetapi untuk jelas mengetahui apa isinya maka perlu dicari lagi?
Apakah itu alamiah atau terjadi oleh sebab sesuatu hal?
Sampai di sini aku berhenti mempertanyakan mana yang baik antara masa laluku dan masa sekarang.
Aku harus bersiap menghadapi masa depan.
Masa laluku hanyalah satu hal baik bagi mereka yang berada di masa sekarang dan tidak terpikir untuk menggantinya atau membayangkan yang sebaliknya.
Sesederhana itu kupikir.
Apa adalah ini kesalahan berpikir pula?
Mari lupakan.
Masa yang sekarang kuhadapi adalah semacam berisi pertahanan agar aku tidak rentan jatuh ke masa lalu dengan cara menyedihkan.
Ya, masa bekerja demikian.
Maka tak perlu mempermasalahkan segala masa, cukup nikmati saja segala hal yang terjadi di dalamnya hingga masa tersebut berhenti.
Masa akan berhenti.
Segala kesedihan dan kegembiraan akan silih berganti dari masa ke masa dan kita hanya perlu untuk terus bernapas setiap waktu selama proses menuju kematian.
Kematian-toh ia masih setia menunggu.
Rumah Ibu, Desember 2022
Komentar