LEMBARAN KEEMPAT

Hi, pembaca yang tak kenal dan kukenali.

Ini adalah lembaran keempat untuk kau menemukan aku di dalam kepalaku yang rumit.

Keempat adalah sesuatu yang mungkin sedikit berbeda dari yang pertama, kedua, dan ketiga. Meski sedikitnya ini berkaitan dengan moralitas yang sempat kusinggung di lembaran kedua.

Maka aku kembali menulis ketika malam hampir menenggelamkan kesedihan-aku yang menangis menjelang petang beberapa jam yang lalu karena sesuatu, seseorang, atau apalah itu telah memicu penyakit mentalku; bipolar afektif disorder.

Menengok beberapa tahun yang lalu, aku memang jauh lebih mengerikan. Namun di balik kengerian itu banyak hal yang secara tidak langsung menjadi pembelajaran pada pola pikirku untuk menjadi tidak biasa dan mungkin terkesan absurd, tetapi juga masuk akal; paradoks.

Sehingga aku berusaha untuk tetap tenang sembari mengirim pesan pada teman-temanku, bertanya sekaligus meminta penilaian-baik buruk jika hal tersebut nyata atau faktual maka akan aku terima dengan lapang dada dan rasional.

Meski begitu aku tetap berusaha memiliki kesadaran dan menyaring kembali orang-orang yang ingin atau akan berinteraksi denganku dengan pertimbangan bahwa kita tidak bisa mengontrol kehendak orang lain dan orang lain di sini tidak semua (bahkan meski psikolog sekalipun) mengerti perihal penyakit mental yang aku alami.

Kesimpulannya adalah kesedihan yang  menenggelamkan biarlah menjadi hal yang tak perlu kurisaukan di mana aku hanya perlu terus berjalan, terus berusaha untuk berada pada keadaan sadar dan koridor yang menurutku sesuai dan tidak terlalu jauh melenceng dari norma atau nilai keumuman-juga tak jauh beda dengan prinsip yang kupegang kuat sejak dulu dan menyadari bahwa terkadang prinsip tersebut harus bertarung melawan impuls yang disebabkan oleh bipolar afektif disorder itu sendiri.

Terimakasih sudah membaca, kekataku habis di sini, sampai bertemu di kesedihan berikutnya; aku yang masih terus menggali.

Kamar sempit, 18 Juni 2023

Komentar

Postingan Populer